Kata orang, hidup itu berotasi.
Kadang di atas, kadang di bawah. Kadang hidup tanpa alas, kadang bermewah-mewah.
Rotasi menempatkan sesuatu pada
posisi. Kadang dengan peringatan, lebih banyak tanpa permisi. Rotasi memberikan
cerita baru walau pada akhirnya menjadi kenangan basi. Kadang penuh haru,
kadang bercampur lain emosi.
Aku pernah mencintai laki-laki
itu. Setidaknya dulu, saat aku masih cupu. Aku yang naïf dan mudah sekali
tertipu. Aku pernah memuja laki-laki itu. Saat aku pikir dia juga mencintaiku.
Aku pernah menganggapnya duniaku. Aku pernah merajut khayal tentang masa depan
bersama pria itu. Tapi alas, aku yang naïf ini pun tertipu. Dia meninggalkanku.
Cinta pun berotasi. Dulu cinta
mati tapi tiba-tiba cinta itu mati. Dia bilang dia tak ada rasa lagi. Dia pun
pergi. Padahal aku masih cinta mati. Belakangan ku ketahui, bahwa dia punya pacar
lagi. Rasanya ingin memaki tapi aku ingat harga diri. Dia pun kutanyai. Tentang
pacarnya yang baru lagi.
Dia pun mengiyakan. Ada lain
perempuan. Lalu dia menyebutkan alasan. Alasan tentang pelampiasan. Alasan
tentang sebab pengkhianatan. Dia meminta pemakluman. Pemakluman terhadap
pengkhianatan.
Cinta memang berotasi. Cinta
pun mudah berubah jadi benci. Tak ada lagi cinta mati, yang ada hanya benci.
Yang ada hanya sakit hati. Tapi aku punya harga diri, jadi aku tak akan memaki.
Aku hanya pergi.
No comments:
Post a Comment